Cimahi,
05 Agustus 2016
Sebelumnya saya tak bermaksud untuk menggurui atau bahkan
menjudge. Hanya ingin menyampaikan opini saja siapa tau disebrang sana ada yang
bisa sedikit terbantu dengan tulisan ini. dan kenapa judulnya ibu? soalnya yang cerita banyaknya ibu-ibu. hehehe
Entah itu di media sosial, lingkungan nyata tak jarang banyak
ibu-ibu yang galau kalau kemampuan si anak (khususnya aspek kognitif)
tertinggal dibandingkan dengan anak lainnya. Namun ada juga berseru santai “ah
gak apa apa gak bisa juga, saya bukan orang tua otoriter yang maksa anak harus bisa
kayak anak lain”.
Ada dipihak manakah ibu-ibu? Ikut geng khawatir atau geng
santai ?
jika ibu masuk di geng khawatir adakah usaha yang ibu lakukan
untuk membantu si anak belajar? ADA dong saya tetap memberikan stimulus dan
memfasilitasi anak tersayang dengan cara yang menyenangkan atau TIDAK anak saya mah susah banget diajak belajar, anak saya
susah pinternya percuma yang ada malah esmosi jiwa.
Jika ibu masuk di geng santai apakah ibu tetap membatu si
anak untuk belajar ? ADA dong saya tetap memberikan stimulus dan memfasilitasi anak
tersayang dengan cara yang menyenangkan, bisa tidaknya biarin aja deh gak maksa
atau TIDAK kan santai buuu, biarin
aja nanti anak saya pasti bisa. Kan sudah dibilang saya gak mau maksa bukan saya
itu orang tua masa kini bukan orang tua otoriter.
Ayo bu ibu sudah bisa memastikan termasuk geng yang manakah? Cerita
ibu-ibu diatas itu nyata lho bukan drama sinetron layar kaca. Saya pernah
dibuat gemas lho sama orang tua yang terlalu santai sampai pada fase pembiaran.
Singkatnya si ibu bangga membiarkan anaknya tidak bisa baca padahal si anak
sudah SD dan selayaknya sudah mampu membaca diusianya. Si ibu bangga dan
lantang biarin aja gak apa apa anak saya belum bisa baca, dari pada saya harus
marah-marah sama anak saat belajar kan gak baik. Tak habis sampai disitu ada
juga yang pernah datang meminta jasa les privat untuk si anak. Padahal si anak
sekolah disekolah bonafit, si ibu curhat disekolah si anak tidak mengharuskan
anak untuk bisa membaca namun ketika waktunya ulangan semester si anak harus
mengisi soal secara mandiri apa yang terjadi? Si anak malah menangis kencang
memaksa pulang dan tak mau sekolah lagi.
Lalu, apa yang paling benar dilakukan orang tua bila
kemampuan si anak tertinggal dibandingkan dengan temannya? Harus khawatir atau
santai? Berikut ulasan menurut pendapat dan pengalaman saya yang baru setitik
garam dilautan ini.
Pertama, pelajari fase pertumbuhan dan perkembangan anak. setiap umur
anak pasti memiliki tingkatan pencapaian tumbuh kembang yang berbeda.
Kedua, lihat standar pencapaian yang sudah disusun oleh pemerintah
untuk setiap satuan pendidikan dimana anak anda berada. Harus banget si anak
mengikuti standar ini? Kan beda anak beda pintar? Menurut saya harus mengikuti
STANDAR MINIMAL ingat MINIMAL jadi ya ga harus semua standar dicapai dengan
angka yang tertinggi.
Ketiga, lihat kesiapan sianak. Maksudnya siap gimana? Tanda si anak
siap belajar itu adalah kondisi dimana si anak memiliki curious atau rasa ingin
tahu terhadap sesuatu. Misal ketika si anak mulai bertanya ini huruf apa bunda?
Kuenya ada berapa ayah? Ini tanda dimana kita bisa memulai mengajarkan sesuatu
yang ingin anak ketahui. TAPI gimana kalo anak saya yang baru 3 tahun sudah
ingin belajar berhitung? Kan anak usia dini itu gak boleh belajar CALISTUNG
nanti otaknya bisa rusak bagaiman nanti masa depannya? Ingat prinsip ketika si
anak memiliki rasa ingin tahu, orang tua hanya perlu memFASILITASInya. Penuhi rasa
ingin tahunya jangan pernah menghapus semangat rasa ingin tahu si kecil. Mengutip
kalimat dari Maria Montessori “FOLLOW YOUR CHILD” ikuti rasa ingin tahunya, Fasilitasi
rasa ingin tahunya, biarkan sianak yang menentukan hasilnya jangan
berekspektasi terlalu tinggi.
Jai kesimpulannya, Khawatir itu perlu? Yang santai juga ya
perlu? Yang gak boleh itu khawatir tapi tak berbuat sesuatu (malas) atau
terlalu santai hingga nyaris tak pernah ada action (pembiaran).
0 komentar:
Posting Komentar